Romantika Wanita Menikah Tanpa Cinta (2-Tamat)

Anakku Jatuh Hingga Lumpuh
SEBELUMNYA diceritakan, Tety mulai tidak betah hidup bersama Dadang. Ia menganggap suaminya sangat dingin dan gila kerja. Di tengah kegalauannya, ia berniat minta cerai tetapi tak berani mengungkapkannya. Bagaimana cerita selanjutnya? Berceraikah? Inilah akhir kisahnya yang ditulis H. Undang Sunaryo.

AKU makin enggan menemani suamiku tidur. Entahlah, aku muak. Anehnya, suamiku tak menaruh curiga padaku. Dua bulan aku pisan ranjang, aku tidur di roko ditemani pembantuku. Sesekali Kang Dadang suka datang menjenguk malam hari namun lantas pulang dan tinggal bersama ketiga anak-anakku.


Suatu ketika aku kedatangan Pak Yana (bukan nama aslinya) pimpinan sebuah perusahaan yang kebetulan kantornya mengontrak di rumahku itu. Dia menawarkan kerjasama.

Aku diberi modal ratusan juta rupiah untuk bisnis membuat meja kursi untuk sarana dan prasarana sekolah. Selama enam bulan kerja sama berjalan dengan baik. Aku mendapat untung lumayan. Karena kerjasama itu, kami jadi sering semobil diantar Eded (bukan nama aslinya), sopir Pak Yana.

Eded adalah sopir yang baik. Dia ramah santun dan suka humor. Dia juga sudah akrab dengan keluargaku. Jika ada waktu luang dia sering mengantar jalan-jalan anak-anakku.

Eded menduda dan belum memiliki keturunan. Setelah cerai istrinya pergi menjadi tenaga kerja wanita (TKW).

Mungkin karena kedekatan itulah akhirnya aku jatuh cinta padanya. Gayung bersambut. Kami semakin akrab. Aku berselingkuh dengannya bahkan kami sering melakukan hubungan intim, kadang di ruko, kadang di hotel, kadang di tempat lainnya. Hubungan kami tak pernah diketahui siapa pun.

Suatu hari di ujung tahun 2004, aku beristirahat dengan Eded di sebuah hotel di Kota Sukabumi. Ketika akan pulang naik mobil, aku bertemu dengan teman suamiku. Secara kebetulan tempat tidurnya di hotel itu berdekatan dengan kamarku. Bahkan malam harinya Eded pernah ngobrol dengannya.

Rupanya berita itu sampai di telinga suamiku. Kang Dadang yang pendiam kini berbalik menjadi pemarah. Setiap hari hanya marah dan marah, sambil mengumbar unggakapan yang tak mengenakkan telinga. Aku disebut pelacur, pengkhianat, pendurhaka, dsb. Bahkan suami sempat melapor mengadukan perbuatanku kepada ayah, ibu serta saudaraku.

"Silakan mau dicerai sekalipun aku rela. Buat apa punya suami kalau setiap hari hanya disibukkan dengan pekerjaan. Wajar saja aku punya kekasih laki-laki lain, karena memang suami tak pernah menaruh kasih sayang," jawabku.

Ayah kembali menasihatiku agar aku menghentikan perbuatan yang melanggar aturan agama. Bahkan ayah menyarankan agar aku mengehentikan hubungan dengan Eded. Kata ayah, suami masih memberi kelonggaran dan petimbangan jika aku kembali ke pangkuan suamiku. Aku disarankan untuk tinggal di rumah bersama anak-dan suami, dan jangan lagi tidur di rumah toko.

Nasihat ayah tak kuhiraukan. Bahkan sebaliknya aku menantang suami untuk menceraikanku. Meski aku salah, aku tak rela dicaci maki disebut wanita pelacur. Padahal aku adalah istrinya sendiri yang seharusnya dinasihati dan diajak kembali ke jalan yang benar. Dia tidak merasa salah, kurang memerhatikan aku selama menjalin rumah tangga berpuluh puluh tahun lamanya.

Aku tetap menjalin hubungan mesara dengan Eded. Aku semakin cinta dan menggila melakukan perselingkuhan. Bahkan kami melakukan perbuatan tak senonoh itu berulang- ulang. Tak ada siapa pun yang tahu.

Suatu malam hari seusai menutup toko, Kang Eded datang. Aku lupa, si Nanan anak kedua ku berada di kamar atas sedang bermain komputer. Aku dan Kang Eded masuk kamar. Sedang enak bermesraan, tiba-tiba ada suara laki-laki menjerit. Kemudian di depan rumahku banyak orang.

Ya Tuhan ternyata Nanan jatuh dari lantai dua rumah tokoku. Dia langsung dibawa ke dokter. Kedua kakinya patah. Kang Eded langsung permisi pulang. Di pintu toko sudah berdiri suamiku. Tterjadilah pertengkaran sengit hingga orang lain tahu, termasuk ayah dan kakak kandungku. Aku telah berselingkuh dengan Eded.

Karena kepergok, Eded sempat babak belur dihajar suamiku. Dia langsung lari menghidar amukan suami dan teman-temannya. Akibatnya sampai sekarang entah dimana dia berada.

Setelah Nanan siuman, dia bercerita kepada ayahnya, musibah itu terjadi karena kaget melihatku tengah berbuat mesum dengan Eded di kamar tidur. Dia hilang keseimbangan dan jatuh ke tanah.

Dari peristiwa itu, nama baik, dan keluargaku nyaris rontok. Begitu halnya ayah dan ibu yang dikenal tokoh masyarakat di desa ikut merasa malu dan merasa dipermalukan atas ulahku itu. Ayah dan ibu yang dulunya amat sayang, mereka malah berbalik benci kepadaku.

Tak cukup dengan penderitaan itu, di saat Nanan tengah dirawat di rumah sakit, si cikal perempuan yang amat aku sayangi berbalik benci dan dendam. Bahkan dia mengancam akan menuntut Eded yang telah merusak nama baik keluargaku. Aku halangi dia, namun emosi si cikal tetap tak tertahankan.

Untuk menghidar rasa malu, aku memutuskan untuk meninggalkan kampung halaman dan pergi ke Jakarta untuk beristirahat di rumah paman. Meski paman dan bibi sayang padaku, hatiku tetap merasa sakit akibat kesalahanku hingga Nanan lumpuh.

Begitu halnya si cikal terdengar kabar dia tengah menderita stres berat, akibat menyimpan rasa dendam kepadaku. Sementara Eded yang hampir tiga tahun menjalin hubungan mesra, sama sekali berbalik arah. Jangankan datang menemuiku yang tengah kesusahan tinggal bersama paman di Jakarta, memberi kabar pun tidak.

Kini aku tengah menderita. Mau pulang ke kampung, ayah dan ibu sudah tak mau menerimaku lagi. Mau pulang ke rumah, suami sudah menjatuhkan talak dan aku tak tahan melihat Nanan yang menderita lumpuh serta si cikal perempuan yang selama ini masih terus berobat karena dia mengalami stres. Ya Allah apa yang harus aku perbuat. Masih adakah pintu untuk bertobat buatku? Masih bisakah aku bersatu bersama suami dan ketiga anakku yang kini tengah menderita? (tamat)**

0 comments:

History is the discovery, collection, organization, and presentation of information about past events.

  © Blogger template Fishing by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP