Kisah Panjang Seorang Berandalan (3-tamat)

Aku Jadi Tukang Pijat, Istriku Minggat
SEBELUMNYA diceritakan, setelah melahirkan, Eni menderita sakit mendadak tapi bisa diobati oleh seorang ustaz. Ia bilang penyakit itu kiriman dari orang yang membencinya. Setelah Eni sembut, giliran Rasja yang sakit. Ia mendadak buta saat bangun tidur. Bagaimana nasib Rasja? Inilah akhir kisahnya yang ditulis H. Undang Sunaryo.

PAGI itu aku dibawa berobat ke rumahsakit di Bekasi. Kata dokter mata, kedua bola mataku tak apa-apa. Dokter pun mengaku merasa aneh. Tak puas berobat ke dokter mata aku dibawa ayah mertua berobat ke ahli paranormal di Bekasi. Begitu jawabannya kedua bola mataku sehat dan tak ada tanda-tanda orang jahil.


Karena aku tak bisa melihat, dalam sebulan aku diam di rumah sambil meratap nasibku yang malang ini. Sambil berdoa aku menyadari bahwa aku tiba-tiba tak melihat adalah takdir dari Ilahi. Aku menyadari selama hidupku selalu berlumuran dosa. Berdosa sama orang tua, tetangga, dan masyarakat di kampung.

Alhamdulillah di tengah kesusahan, Pak Anwar, salah seorang pelangganku datang menjengukku. Hari itu aku dibawa berobat ke dokter mata di Cicendo Bandung dan semua biaya pengobatan ditanggungnya. Menurut keterangan dokter mataku cacat tak bisa disembuhkan lagi.

Aku pasrah menerima nasib pahit ini. Pak Anwar menyarankan agar aku tidak menyerah begitu saja. Aku dibawa ke sbuah yayasan tuna netra di Bekasi untuk belajar ketrampilan memijat. Selama setahun aku hidup di penampungan orang cacat netra. Semua biaya dijamin oleh Pak Anwar yang baik hati itu.

Ayah dan ibu mertua serta Eni istriku dan anakku pulang ke kampung halamannya di Garut. Ketika aku berada di penampungan sambil belajar memijat istriku pamit untuk bekerja di luar negeri menjadi tenaga kerja wanita (TKW). Aku ijinkan dia. Aku pun merelakan upah kerja selama di luar negeri semuanya diserahkan pada mertuaku dan ibu mertuaku di kampung. Sementara aku hidup di penampungan sudah dijamin yayasan dan dibantu Pak Anwar.

Dua tahun aku belajar memijat. Pelatih pijat asal Jepang memujiku karena aku tergolong siswa pandai dan terampil dalam berbagai jenis pijatan seperti pijat refleksi, syaraf, pengobatan perut, gairah seks, dlsb. Hingga aku lulus dan memperoleh prestasi yang amat baik. Pak Anwar gembira aku sudah pandai memijat dan selama berada dalam pendidikan aku sering melakukan praktek memijat.

Saking baiknya, Pak Anwar rela mengontrakan sebuah tempat untuk panti pijat buatku di tempat strategis di Bekasi. Di tempat praktek sudah disediakan semua perlengkapan, termasuk tempat tunggu pasien.

"Silakan kamu bekerja di sini. Mudah-mudahan kamu banyak rejeki," kata Pak Anwar.

"Terimakasih atas kebaikan Bapak. Aku tak mampu membalas kebaikan Bapak, kecuali mendoakan semoga kebaikan Bapak mendapat imbalas kebaikan dari Allah swt," jawabku merasa terharu.

"Saya membantu kamu dengan tulus ikhlas, agar kamu yang cacat netra tidak menyerah dengan keadaan cacat fisik. Siapa tahu kamu akan mendapat kebahagian lahir batin," kata Pak Anwar.

Alhamdulillah dari hari ke hari pasien terus bertambah. Sejak buka pukul 08.00 s.d. malam hari pukul 22.00 pasien tak pernah henti, sampai-sampai aku kecapean karena harus menguras tenaga terus menerus. Setiap pasien yang aku pijat selalu menanyakan kenapa aku cacat netra? Apakah cacat sejak kecil atau karena jatuh sakit? Aku jawab apa adanya. Banyak pasien yang merasa iba dan memberi uang selain upah pijat. Bahkan ada diantaranya yang menawari agar aku bekerja sebagai ahli pijat di hotel berbintang.

Dari hasil kerjaku siang malam, aku banyak uang. Sebagian tabungkan ke bank, sebagian untuk keperluan hidup sehari-hari. Sudah banyak aku kirim buat ayah dan ibu di kampung dan membantu anakku. Sementara Pak Anwar tidak mau menerima uang dariku meski aku sudah merasa mampu untuk mengontrak kiosa tempat kerjaku.

Lama-lama aku jadi tak enak selalu dibantu Pak Anwar yang baik hati itu. Aku selalu ingat ayah dan ibu di kampung yang kabarnya sering sakit-sakitan. Aku pilih jalan lain ingin pulang kampung sekalian membuka praktik pijat sambil membantu orangtua. Akhirnya aku pamitan sama Pak Anwar. Beliau juga merelakannya, karena memang aku sudah mampu hidup mandiri meski kedua bola mataku tak bisa melihat.

Aku pulang kampung. Uang hasil kerja di bekasi aku bangunkan sebuah ruangan untuk praktik pijatdi depan rumah paman. Alhamdulillah dari hari ke hari pasien ada saja yang dipijat, meski upah kerja tak sebaiak ketiak aku kerja di Bekasi. Tak apa-apa yang penting aku dapat rejeki buat membantu kedua orang tua.

Dari hasil buka praktik pijat di kampung aku sudah mampu membiayai hidup kedua orangtua dan memperbaiki rumah yang sudah reyot menjadi rumah layak huni dan permanen. Ibu dan ayah semakin tambah sayang, bahkan jika aku menberi uang mereka suka menangis, mungkin teringat masa silamku ketika aku hidupo di kampung menjadi anak preman.

Suatu ketika aku mendengar Eni istriku pulang namun ia tak menemuiku, yang datang malah mertuaku. Ia meminta agar aku menceraikan Eni karena ia sudah berpacaran dengan seorang pungasaha PJTKI. Aku hanya tersenyum lalu kupenuhi permintaan mertuaku yang dulu pernah tinggal bersamaku di rumah kontrakan di Bekasi.

"Kami sekeluarga mohon maaf!" begitu kata Mang Kirman.

"Tidak apa-apa. Saya ikhlas. Buat apa bersuamikan orang cacat netra. Kasihan dia. Pilihlah laki-laki yang sehat," jawabku.

Beres, sudah! Aku tak menyesal cerai dengan Eni dan aku juga tak merasa kecewa berpisah dengan anak yang dulu pernah aku sayangi, toh dia bukan bukan anakku. Aku menyadari Eni berpinsah haluan mencintai dan bersuamikan orang lain, karena aku seorang tuna netra yang bagi dia tak punya arti apa-apa.

Biarlah aku hidup menyendiri, bekerja mengadlkan ketrampilanku seorang pemijat sambil membantu kedua orang tua yang melahirkan dan menyayangiku sejak kecil. Aku berjanji akan membalas kasih sayangnya, setelah bertahun-tahun aku pernah menyakiti dan berdosa terhadap mereka.

Aku mendekatkan diri kepada Khalik karena berkat pertolongan-Nya melalui Pak Anwar, aku bangkit untuk bekerja keras meski tanpa penglihatan. Bersykurlah aku cacat netra. Seandainya kedua bola mataku masih melihat, ada kemungkinan aku menjadi sampah masyarakat. **

2 comments:

Anonymous June 23, 2018 at 9:05 AM  

Pijat sensual khusus wanita/irt ,, dgn pria dewasa 39thn ,, info lanjut add pin sy d0474a94 ,, area bekasi ,, tks

Anonymous June 23, 2018 at 9:05 AM  

Pijat sensual khusus wanita/irt ,, dgn pria dewasa 39thn ,, info lanjut add pin sy d0474a94 ,, area bekasi ,, tks

History is the discovery, collection, organization, and presentation of information about past events.

  © Blogger template Fishing by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP