Cerita Duka di Balik Lembaran Riyal (4)

Aku Diperlakukan Bagai Sapi Perahan
SEBELUMNYA diceritakan, Rukmini yang sempat terkurung di sebuah PJTKI di Jakarta, akhirnya berangkat juga ke Saudi Arabia. Dalam benaknya terbayang kekayaan yang melimpah. Tidak lama lagi ia akan segera menjadi orang kaya seperti Diana. Ia begitu tekagum-kagum ketika menginjakkan kakinya di Kota Riyadh. Sukseskah cita-cita Rukmini? Inilah lanjutan kisahnya yang ditulis oleh Kuswari.

PERJALAN menuju majikanku lumayan jauh. Mataku tak berkedip melihat-lihat keadaan di Ibukota Riyad. Aku kagum pada keadaan kota yang sangat megah dan mewah. Beberapa kali aku menggelengkan kepala. Rasanya seperti mimpi. Akhirnya aku bisa berada di Arab Saudi.

Ketika tiba di rumah majikan, aku seperti tidak percaya. Rumahnya sangat besar dan luas. Halaman saja masuk 5 unit kendaraan. Di dalamnya, kursi-kursi yang besar dan empuk. Aku diterima oleh ibu majikan yang menyuruhku untuk mulai bekerja. Aku sama sekali tidak mengerti bahasa Arab, jadi aku hanya mengangukkan kepala saja.

Tidak hanya aku yang bekerja sebagai pembantu di rumah Abdullah itu, tetapi juga ada pembantu yang sudah lama, namun usianya sudah tua. Dia sudah hampir 10 tahun bekerja sebagai TKW di Saudi Arabia. Dari Ibu Saodah namanya. Aku banyak belajar tentang kehidupan di lingkungan rumah yang baru itu.

"Kamu harus hati-hati, soalnya Pak Abdullah mempunyai anak laki-laki yang banyak. Mereka kadang-kadang kurang ajar dan suka memperlakukan kita seenaknya," kata Ibu Saodah.

"Memang Ibu pernah mengalami?" tanyaku penasaran.

"Aku sudah terbiasa lagi, habis bagaimana," katanya.

Sesaat aku jadi termenung, kekhawatiran terlintas dalam benakku. Bagaimana kalau mereka macam-macam kepadaku, sementara aku hanya seorang perempuan kampung yang belum berpengalaman. Aku mencoba untuk bersikap tenang mendengar kabar dari Ibu Saodah.

Aku menjalani saja pekerjaan sebagai pembantu di rumah Abdullah. Masa adaptasi selama seminggu membuat aku tidak betah, apalagi kalau menghadapi anak laki-laki Abdullah yang usianya baru menginjak remaja, mereka kerapkali kurang ajar, bahkan seringkali menggoda dan menganggu.

Aku belum begitu mengerti dengan bahasa Arab, sehingga terkadang terjadi kesalahpahaman yang membuat mereka seringkali marah-marah. Aku bingung apa yang diinginkan mereka, sebab aku belum mengerti apa yang mereka katakana. Untung saja Ibu Saodah banyak memberikan bantuan, sehingga aku bisa sedikit demi sedikit memahami apa yang diinginkan mereka.

Adat orang Arab sungguh jauh berbeda dengan kita, mereka kerap menyepelekan kita, bahkan kalau ada keinginan untuk makan di waktu malam, mereka akan membangunkan kita meskipun sedang tidur lelap. Pokoknya tidak ada alasan untuk mengatakan tidak, apalagi membantah keinginan mereka.

Aku paling tidak suka pada laki-laki yang bernama Amir. Dia yang membuat aku stres dan aku sangat membenci lelaki itu. Dia sering mencuil dan menggerayangi payudaraku. Aku marah karena merasa harga diriku dilecehkan. Pernah ketika aku sedang memasak di dapur, tiba-tiba Amir datang dan langsung memegang payudaraku. Ku maki dan ku marahi. Tapi dia malah tertawa-tawa sambil berlari.

Dibandingkan dengan anak lalaki yang lain, Amir ternyata lebih berani dan sering mengintipku kalau aku sudah masuk ke kamar atau kalau akau sedang berada di kamar mandi. Aku mulai curiga pada perilaku Amir yang nampaknya mempunyai dorongan syahwat yang besar. Aku menjadi takut dan kerapkali aku meminta bantuan kepada Ibu Saodah.

"Si Amir itu memang lelaki kurang ajar. Pernah juga kepada ibu dia berperilaku begitu, namun pernah suatu kali aku pukul alat vitalnya, sehingga dia kesakitan, aku tantang untuk berkelahi sambil ku todong dengan pisau tajam. Sejak saat itu, dia kapok," ujar Ibu Saodah.

"Apakah aku juga harus begitu?" tanyaku.

"Ya, kalau memang itu jalan terakhir. Pokoknya kita lawan saja."

Aku mengangguk. Kalau begitu aku harus mempersiapkan pisau dapur yang tajam, untuk menakut-nakuti si Amir itu. Saran Ibu Saodah aku jalankan. Aku menyimpan pisau dapur tidak jauh dari jangkauan. Jadi kalau si Amir datang dan akan memegang payudaraku, aku harus secepat kilat menyambar pisau tajam dan mengancam. Esok aku akan melaksanakannya.

Namun besoknya aku tidak bertemu dengan dia, karena dia pergi ke luar kota untuk menyelesaikan tugas sekolah. Dia memang seorang pelajar, yang usianya tidak akan jauh berbeda denganku. Hanya saja badannya besar dan kulitnya agak hitam.

Bekerja sebagai pembantu di rumah Abdullah, aku sangat tertekan dan tidak memiliki kebebasan. Mereka menyerahkan tanggungjawab urusan dapur kepadaku dan Ibu Saodah. Kami bekerja siang malam, tiada henti. Terkadang aku merasa capai. Namun aku salut pada Ibu Saodah yang selalu mendorongku untuk sabar dan tabah menghadapi semua ini.

"Ibu juga sebenarnya sudah malas bekerja di sini, namun karena mereka melihat ibu paling lama dan sudah mempercayai sepenuhnya, maka ibu berusaha untuk bekerja sebaik-baiknya. Ya memang, kita harus sabar bekerja di Arab Saudi ini," katanya.

Aku kagum padanya. Ternyata memiliki keteguhan jiwa yang luar biasa. Meski usianya sudah 50 tahun, namun tenaganya masih kuat. Beruntung aku bisa bersama-sama dengannya, sebab aku bisa belajar tentang kehidupan orang-orang Arab, terutama lingkungan keluarga Abdullah.

Kukira akan tetap bersama-sama dengan Ibu Saodah berada di rumah itu, namun belum sebulan aku disuruh tinggal di rumah istri muda Abdullah. Aku berharap, selama tinggal dengan istri muda Abdullah tidak terlalu lelah bekerja. Pekerjaanku sebenarnya tidak hanya memasak di dapur, tetapi juga mencuci piring, membersihkan rumah, mencuci pakaian dan menyetrika. Lumayan sangat capai.

Istri muda Abdullah mempunyai anak yang kelakukannya mirip dengan si Amir, nahkan lebih kurang ajar. Namanya Husen. Selama berada di rumah itu, aku benar-benar muak melihat wajahnya, sebab ia melihatku bagaikan kucing yang akan menerkan tikus. AKu betul-betul sangat ketakutan.
(Bersambung)**

0 comments:

History is the discovery, collection, organization, and presentation of information about past events.

  © Blogger template Fishing by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP