Cerita Duka di Balik Lembaran Riyal (3)

Tiga Bulan Aku Terkurung di Wisma PJTKI
SEBELUMNMYA diceritakan Rukmini nekat melamar sendiri ke sebuah perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia di Jakarta karena saking inginnya menjadi orang kaya. Bahkan dia pun tidak mengatakan kepada orangtuanya tentang niatnya pergi ke Arab Saudi.Bagaimana perjalanan Rukmini selanjutnya? Inilah kisahnya yang ditulis Kuswari. Semoga bermanfaat.

SELESAI menandatangani perjanjian kerja, aku disuruh menempati ruangan nomor 20. Bayangan yang terlintas dalam benakku, wisma yang ada di perusahaan ini cukup untuk ditempati 5 atau 10 orang. Namun ketika aku berjalan di antara beberapa ruangan, aku kaget bukan main karena banyak sekali wanita yang tinggal di situ, bahkan ada pula yang usianya masih sangat muda, mungkin lulusan SD.

Setiap ruangan diisi tidak kurang 50 orang dan tidur hanya beralaskan tikar dengan bantal dari kantong atau cukup dengan kardus yang ditutup kain. Suasana sangat sumpek dan ramai. Kulihat beberapa orang sedang bercakap-cakap, bahasa campur; ada bahasa Sunda, Jawa, Batak, dll. Mereka berasal dari berbagai daerah yang sama-sama ingin mengadu nasib di luar negeri.

Ruangan itu cukup besar juga. Berukuran sekitar 15 x 15 meter persegi. Lantainya berkeramik warna putih. Ada kipas angin yang selalu menyala dan membuat Suasana tidak terlalu gerah. Setiap meter di ruangan itu sudah diisi oleh beberapa orang berasal dari tempat tinggalnya yang sama. Mereka berkelompok antara 4 sampai 6 orang dan terlihat sedang serius bercakap-cakap. Sebagian lagi ada yang sedang menyeterika baju dan membereskan piring bekas makan siang.

Ada 2 ruangan kamar kecil yang digunakan oleh seluruh penghuni yang tinggal di situ. Kulihat ada beberapa yang berdiri di kamar kecil, mungkin sedang menunggu giliran masuk ke kamar kecil.

Beberapa orang yang tadi berada di ruangan bersamaku, terlihat berada di sudut, aku mendekati seorang wanita yang tadi sempat saling sapa. Dia menganggukkan kepala ketika aku mendekatinya. Kami pun mengobrol.

Tinggal di wisma yang sumpek, pengap, dan kadangkala makan seadanya membuatku merasa tidak betah berlama-lama berada di situ, namun aku berusaha bertahan sebab perusahaan melarang setiap calon pekerja untuk meninggalkan wisma. Mereka selalu menjanjikan bahwa tidak lama lagi akan ada visa untuk tenaga baru. Memang sekali memberangkatkan tidak kurang 30 orang. Kalau ada rombongan yang berangkat, suasana di wisma tidak seramai biasanya. Terkadang sepi, hanya ada beberapa orang saja yang tinggal. Tapi 3 atau 4 hari kemudian datang lagi calon pekerja yang baru.

Aku sudah jenuh dan berniat akan pulang kampung, karena selama tinggal 3 bulan di wisma belum ada tanda-tanda akan berangkat bekerja. Namun lagi-lagi perusahaan menghalang-halangi, bahkan mereka minta ganti rugi selama aku tinggal di wisma itu.

"Sabar, nanti juga kamu berangkat!" kata seorang petugas yang berwajah hitam dan staf perusahaan urusan tenaga kerja.

Aku tidak bisa berbuat apa-apa, selain menarik napas panjang. Betapa tidak jenuh dan membosankan berada di wisma; kegiatanku hanya duduk-duduk, mencuci baju, membersihkan wisma, makan, minum, belajar sebentar di ruangan yang ada di situ, lalu kembali ke wisma. Persis seperti berada di tahanan. Aku berusaha menahan kejenuhan dan kebosanan selama berada di wisma. Makanan di sini ala kadarnya, terkadang hanya dengan tahu atau tempe saja sudah untung, daripada sama sekali tidak makan. Pihak perusahaan menyediakan makanan seadanya. Siapa pun tidak boleh protes dengan kondisi seperti itu. Satpam yang selalu mengawasi dan menjaga di wisma itu akan segera menegur dan memarahi.

Akhirnya berangkat

Waktu yang ditunggu tiba juga. Bukan main gembiranya ketika aku menerima visa yang disitu tercantum namaku, lengkap dengan fotonya. Namun pimpinan perusahaan mengatakan bahwa gajiku dipotong 50% karena aku telah dibantu oleh perusahaan serta untuk membayar selama aku tinggal di wisma. Aku tak bicara sepatah kata pun, aku hanya mengangguk.

Esok harinya aku terbang dari Bandara Soekarno-Hatta Jakarta tepat pukul 08.00 WIB, menuju Saudi Arabia. Dalam benakku bayangan indah kembali menari-nari. Sesekali aku tersenyum sendiri membayangkan akan menjadi orang yang kaya dan bisa membeli tanah dan rumah di kampungku.

Ketika berada di pesawat, aku seperti tidak percaya pada keadaan diriku. Beberapa kali aku mencubit tanganku sendiri. Aku tidak sedang bermimpi. Ini nyata. Aku akhirnya bisa meninggalkan tanah airku sendiri.

Tiba di bandara internasional, aku terkagun-kagum dengan bangunan yang ada di sekelilingnya. Aku terheran-heran dengan ibukota Saudi Arabia, karena suasana sangat ramai dan sibuk sekali.

Di bandara aku dijemput oleh salah seorang petugas di sana. Kuperlihatkan data-dataku ke petugas yang membawaku. Lalu petugas yang berbadan agak gemuk dan berjengot itu membawaku ke sebuah sedan. Baru pertama kali ini aku bisa duduk di kursi mobil mewah empuk.
(bersambung)**

0 comments:

History is the discovery, collection, organization, and presentation of information about past events.

  © Blogger template Fishing by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP