Cerita Duka di Balik Lembaran Riyal (2)

Aku Nekat Melamar Sendiri ke Jakarta
SEBELUMNYA diceritakan, Rukmini merasa iri melihat kawannya, Diana, yang mendadak kaya raya setelah pergi ke Saudi Arabia. Padahal Diana belum lama bekerja di sana. Sedangkan dia yang sudah bertahun-tahun menjadi buruh pabrik, hidupnya tetap berada di bawah garis kemiskinan dengan gaji sangat kecil. Timbul niat dalam hatinya untuk mengikuti jejak Diana. Nah, berhasilkan Rukmini? Ikuti lanjutan kisahnya yang ditulis Kuswari. Semoga bermanfaat.

IMPIANKU menjadi orang kaya terus menari-nari dalam benakku, apalagi ketika aku membayangkan dalam tiga tahun aku akan bisa membeli rumah dan sawah. Lalu aku hidup berlimpah uang. Uang itu kusimpan di bank untuk bekal di masa yang akan datang. Jika terbayang impian itu, aku suka tersenyum sendiri.


Rencanaku sudah bulat untuk segera pergi ke Jakarta dan mendatangi alamat yang sudah kumiliki itu. Kedua orangtuaku tidak curiga ketika aku mengatakan akan mencari pengalaman dan bekerja di sana.

"Kenapa kamu mendadak begitu mau ke Jakarta? Memangnya di sana tinggal dengan siapa?" tanya ibuku sambil menatap tajam.

"Pokoknya Ema dan Apa jangan khawatir, sebab aku ada teman di sana yang siap memberikan pekerjaan dengan gaji yang besar!" jawabku.

"Bukan itu masalahnya. Kamu kan wanita. Kamu harus hati-hati, soalnya Jakarta itu berbeda dengan di daerah kita!"

"Doakan saja, Ma, semoga aku menjadi orang yang sukses di Jakarta dan pulang ke kampung halaman bisa membeli rumah dan sawah," kataku optimis.

Ayah dan ibuku tak bisa berbuat banyak saat diberitahu aku akan ke Jakarta untuk bekerja. Aku berusaha meyakinkan mereka dengan mengatakan kalau di Jakarta aku sudah mempunyai kenalan yang bisa membantuku. Ayah hanya menatapku dengan wajah diliputi kecemasan ketika aku berpamitan padanya. Aku bisa memaklumi, dia sangat polos dan tidak banyak bicara.

Aku melangkahkan kaki keluar rumah dengan perasaan berkecamuk tak menentu. Dalam benakku terbayang kalau aku kelak akan menjadi orang yang kaya seperti Diana. Akan kutunjukkan pada orang kampungku hasil kerja kerasku di Saudi Arabia. Aku yakin bisa menjadi orang yang patut diperhitungkan.

Ketika bus melaju meninggalkan terminal, hatiku pun berdebar-debar tak karuan. Aku hanya memegang alamat perusahaan yang sudah kusimpan di tasku. Kukira tidak sulit alamat itu, apalagi ada nomor teleponnya. Kuharap selama menuju alamat perusahaan itu, aku tidak mengalami kesulitan.

Sebagai orang yang baru pertama kali ke Jakarta, aku dibuat bengong menyaksikan gedung-gedung yang menjulanng tinggi serta jalan layang yang berliku-liku. Sesaat aku hanya terpaku berada di Jakarta. Benar-benar luar biasa keadaan di Jakarta. Hiruk pikuk terasa bergema ketika aku turun di Terminal. Banyak pedagang asong yang menawarkan jajanan, serta calo yang juga menawarkan kendaraan untuk disewa.

Aku tidak menghiraukan semua yang ada di sekelilingku. Aku bergegas mencari wartel, sebab kalau aku menanyakan ke operator perusahaan yang aku tuju, mereka pasti akan memberikan informasi yang jelas dan lengkap. Benar saja ketika aku menanyakan harus naik kendaraan apa dan berhenti dimana, operator di kantor menjelaskan secara rinci dan aku disuruh untuk menemui Pak Beni.

Setelah semuanya jelas, aku bergegas naik kendaraan sesuai dengan informasi yang aku peroleh. Kendaraan berwarna coklak dengan nomor 102. Aku pun naik angkutan kota. Tidak lama perjalanan, aku sudah sampai di sebuah perusahaan yang cukup besar. Di situ ada plang dengan hurup yang jelas sekali.

Seorang satpam menyambutku saat aku menanyakan Pak Beni. Satpam itu mencatat nama dan alamatku. Lalu Dia menyuruhku masuk ke ruangan. Di situ ternyata sudah banyak pula wanita yang hampir seusiaku denganku. Tidak kurang 10 orang mereka tengah duduk menunggu panggilan. Aku pun duduk di kursi yang sudah tersedia disitu. Ruangan itu tidak terlalu besar, namun cukup untuk menampung 10 orang. Kursi yang ada di situ, bermerk chitos yang terlihat sudah agak rusak. Ada tulisan di dinding "Selamat Datang di Perusahaan Kami". Jam dinding tertempel di dekat pintu masuk ke ruangan pimpinan. Waktu sudah menunjukkan jam 14.00.

Dilihat dari wajah dan bicaranya, aku tahu mereka semuanya berasal dari Jawa. Usianya bahkan ada yang lebih muda dariku. Aku hanya mendengarkan dan memperhatikan apa yang sedang mereka perbincangkan. Namun aku bingung, sebab tak aku pahami maksudnya. Mereka menggunakan bahasa Jawa yang medok sekali.

Seorang demi seorang, mereka dipanggil masuk ke dalam. Aku mendapat giliran yang terakhir. Lumayan kesal juga, namun aku harus sabar. Mereka yang sudah dipanggil tidak keluar lagi. Aku tidak tahu, mereka ke mana? Mungkin di kantor itu ada wisma untuk menetap, pikirku. Aku penasaran, ingin tahu keberadaan kantor itu.

Ketika tiba giliranku, aku segera berdiri dan melangkahkan kaki menuju sebuah ruangan yang tidak terlalu jauh dari ruangan tamu. Aku berhadapan dengan seorang lelaki yang berusia kira-kira 40 tahunan. Wajahnya bulat dan sedikit gemuk. Kulitnya agak hitam, namun dia sangat ramah, murah senyum. Aku merasa betah ketika berhadapan dengan lelaki itu. Apalagi ketika menanyakan tentang identitas aku dan maksud serta tujuan aku datang ke perusahaan ini.

"Aku ingin bekerja di Saudi Arabia," jawabku saat dia menanyakan tujuanku datang kemari.

"Tapi kamu harus sabar menunggu dulu visa dari Saudi Arabia. Kamu harus tinggal di asrama dan belajar sedikit bahasa Arab, agar kelak selama di sana kamu bisa menyesuaikan diri," katanya.

Aku menangguk. Kemudian dia meminta uang muka untuk tinggal di asrama, sebesar satu juta rupiah.

"Berapa uang yang harus saya siapkan akan berangkat ke sana?"

"Kamu jangan khawatir, perusahaan yang akan menanggung semuanya. Makan tidur, semua sudah kami tanggung. Kamu tinggal berlatih dan belajar bahasa arab sambil menunggu visa. Nanti ada yang membimbing,"

Aku hanya mengangguk. Selanjutnya aku disuruh menandatangani surat perjanjian kerja. Banyak sekali kalimat yang tercantum di situ, membuat aku malas untuk membacanya. Yang penting bagiku, aku bisa cepat kerja. Aku tidak mau membaca ketentuan yang tercantum di situ. Terserah perusahaan tentang aturan kerja, yang penting aku bisa terbang ke Arab Saudi.
(bersambung)**

0 comments:

History is the discovery, collection, organization, and presentation of information about past events.

  © Blogger template Fishing by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP