Dramatika Hidup Seorang Karyawan Periklanan (4-tamat)

Kulihat Istriku Sudah Menggelantung
SEBELUMNYA diceritakan, Ujang beberapa kali memohon maaf pada istrinya tetapi tidak direspon. Ia semakin merasa khawatir karena istrinya terlihat kian frustasi. Satu kali pernah mencoba bunuh diri. Apa yang terjadi selanjutnya? Inilah akhir kisahnya yang ditulis Kuswari. Semoga menjadi cerminan.

KIAN hari aku kian cemas. Istriku terus mengurung diri di kamar sambil meracau. Kata-kata bernada penyesalan itu seolah ditujukan pada dirinya sendiri. Tetapi aku merasakan di balik kata-kata itu ada kekecewaan yang luar biasa. Setiap kata yang diucapkannya serasa menusuk-nusuk ulu hatiku. Istriku berubah seperti itu karena salahku, karena keteledoranku. Aku memang ceroboh.

Kupukul kepalaku sambil kukatakan dalam hati bahwa aku bengal, egois, dan tidak mau menuruti nasihat istriku. Tetapi kupikir tindakanku ini tak ada artinya sama sekali. Nasi sudah jadi bubur, semuanya sudah hancur. Aku kehilangan harta, kehilangan kenyamanan dalam rumah tangga. Anak-anakku kehilangan kasih sayang, kehilangan ibu mereka tercinta. Meski raganya ada di hadapan mereka, tetapi batinnya sama sekali tidak bersama mereka. Iatriku betul-betul berubah drastis. Berubah seratus delapan puluh derajat.

Aku semakin khawatir karena dia semakin jauh dari Allah. Salat yang lima waktu belakangan mulai ia tinggalkan. Beberapa kali kuingatkan, tetapi tetap bergeming. Ia dia seribu bahasa bagaikan sebuah patung. Begitu setiap aku mendekati dan mengajaknya bicara, tetapi ketika kujauhi ia selalu bicara sendiri.

"Ma, kok Mama jadi begini, sih? Apa enggak kasihan sama anak-anak. Lihat mereka. Mereka masih sangat membutuhkan Mama. Mereka harus diperhatikan dan diurus!" kataku sambil duduk di tepi tempat tidur.

Ia membalik ke arahku. Matanya melotot. Aku seperti tidak sedang berhadapan dengan istriku. Wanita yang berada di hadapanku seolah sosok orang asing yang tak kukenal. Dari kilatan matanya aku menarik maknanya. Pasti dia berbalik menyalahkanku. Ia pasti menudingku sebagai biang keladi dari semua ini. Ia tidak akan bersikap seperti itu seandainya akau tidak salah langkah.

"Apakah sudah tidak ada kata maaf untuk Bapak? Apakah hati Mama betul-betul sudah tertutup untuk Bapak? Mama pernah bilang bahwa Allah itu Maha Pengasih dan Maha Pengampun, dan Maha Penerima Tobat. Seberat apa pun dosa manusia pasti diampuni-Nya. Tetapi mengapa sekarang Mama demikian keras dan tidak mau menerima permintaan maaf dari Bapak?" kataku.

Matanya semakin berkilat. Ia memalingkan wajahnya. Matanya menatap ke ujung tembok, seakan ingin menembusnya. Kulihat tiba-tiba dadanya naik-turun dengan kencang. Tubuhnya bergetar hebat. Matanya semakin melotot. Lalu ia berteriak keras sekali. Aku terperanjat. Cepat-cepat kupeluk sambil kuucapkan laimat toyibah di telinganya.

Setiap hari aku tidak berani keluar rumah. Aku terus mengawasi istriku. Peristiwa percobaan bunuh diri dengan pisau waktu itu membuatku semakin cemas. Seandainya ia kujauhi, bukan hal yang mustahil ia betul-betul akan menghabisi nyawanya sendiri. Jika itu terjadi, aku tidak dapat membayangkan apa yang terjadi pada anak-anakku. Mungkin ia akan dicemooh oleh temen-temannya dan akan dituduh sebagai anak dari orang yang tak beriman.

Malam itu aku duduk di tengah rumah. Meski kantuk sudah menggelayut di mataku, aku berusaha untuk menahannya dengan menyeduh kopi sambil menonton siaran televisi. Kupindah-pindah channel-nya. Tak ada yang menarik. Sekuat apa pun aku menahan kantun akhirnya tidur juga. Kantuk membawaku ke alam impian. Dalam mimpiku aku melihat ada banjir yang besar. Kulihat anak dan istriku terbawa banjir. Aku berhasil menyelamatkan anak-anakku meskipun keadaan mereka cukup payah. Sayangnya, aku tak mampu menyelamatkan istriku. Ia terus timbul tenggelam di dalam air kemudian hilang dibawa arus.

Aku terbangun. Ada tangis keras. Tangisan anakku. Aku mengusap wajag menghilangkan rasa pusing.

"Ada apa, Nak?" tanyaku. Aku teringat mimpiku.

"Mama, Pak. Mama....."

"Kenapa Mama?"

"Mama, Mama, Pak!" anakku menunjuk ke kamar.

Aku segera berlari ke kamar istri. Astgfirullah! Aku tak percaya pada penglihatanku. Istriku sudah menggelantung. Tubuhnya kaku. Matanya melotot, dan lidahnya menjulur keluar. Tubuhku gemetar. Hilang keseimbanganku. Aku terduduk lemas. Ya, Allah ampunillah dosanya. Ampunilah dosa dan kesalahanku. Semua ini terjadi karena aku. Jangan Kausiksa dirinya ya, Allah.

Kurasa langit seakan runtuh. Dunia terasa sangat gelap dan beku. Aku tak bisa berkata apa-apa kecuali menangis. (Tamat)**

0 comments:

History is the discovery, collection, organization, and presentation of information about past events.

  © Blogger template Fishing by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP