Penyesalan Selalu Datang Terlambat (4)

Kejutan Sepulang Merantau
SELAMA bekerja di Bali, Dadang terkadang dilanda kekhawatiran mengenai kabar Kasih. Beruntung menurut istrinya, sikap Kasih sudah kembali normal seperti biasa. Meski demikian, dalam hati sebenarnya Dadang merasa kurang srek pada Andi, pacar anak bungsunya itu. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres pada lelaki itu. Namun, ia tak bisa terlalu larut memikirkan hal itu karena kesibukannya yang menyita tenaga. Bagaimana selanjutnya? Berikut kisahnya seperti yang dituturkan Dadang kepada Ela Hayati.

AIR mulai menelusup ke dalam sepatuku ketika aku melewati tugu batas kampung. Di dalam pos ronda kulihat seseorang duduk berselimut sarung dalam gelap. Tak jelas kulihat seperti apa wajahnya, mungkin hanya orang yang ikut berteduh.

Hatiku berdebar ketika berbelok masuk gang menuju rumah. Sekitar empat-lima rumah harus kulewati sebelum sampai di tempat tinggalku. Entah kenapa, ada perasaan yang tidak enak tiba-tiba merayap di hatiku. Entahlah, mungkin karena terbawa suasana malam itu yang sepi dan hujan.

Pintu rumah kulihat tertutup rapat dengan kain gorden yang tertutup. Pekarangan hanya diterangi lampu bohlam lima watt yang cahayanya temaram, tak mampu menembus tirai hujan yang mulai deras. Kuketuk pintu itu beberapa kali, namun tak ada jawaban. Lalu kupanggil nama istriku, agak keras karena tersilap oleh suara gemuruh hujan. Kulihat ada bayangan bergerak dari balik gorden menuju pintu dan membuka kunci.

Begitu pintu terbuka kulihat istriku yang telah beberapa bulan kutinggalkan. Semula ia tertegun, namun sedetik kemudian ia tersenyum gembira . Diciumnya tanganku dan dipeluknya aku. Kemudian tiba-tiba ia menangis. Aku jadi heran karena itu bukan tangis bahagia.

"Ada apa, Ma?" tanyaku.

Sambil terisak, ia hanya menjawab dengan tangan yang menunjuk ke kamar si Kasih. Aku jadi penasaran dan dengan segera masuk ke kamar anakku. Di tempat tidur kulihat Kasih, anakku, tergolek lemas. Ia tampak pucat dan kurus dengan pipi-pipi yang cekung, sementara sorot matanya menatapku sayu.

Menurut istriku, dalam dua bulan terakhir ini perut Kasih nyaris tidak terisi makanan. Ia sama sekali tidak berselera makan, dan pekerjaannya hanya mengurung diri di kamar dan menangis. Kalau ditanya apa penyebabnya, ia sama sekali bungkam dan justru marah-marah. Hal ini sama dengan kondisi ketika menjelang keberangkatanku ke Bali. Bedanya, waktu itu Kasih sembuh kembali dan belum separah ini.

Aku sadar, anakku sakit bukan karena penyakit biasa yang menggerogoti tubuhnya, tapi ia terserang penyakit batin. Hatinya mungkin terluka entah kenapa sehingga ia ambruk seperti ini.

Aku kemudian bertanya mengenai hubungan Kasih dengan Andi. Istriku hanya menggeleng. Rupanya ia tidak tahu apa-apa, tapi menurutnya kemungkinan Kasih dan Andi telah putus karena sudah lama lelaki itu tidak pernah menyambangi rumah lagi. Mendengar itu, aku langsung menduga itulah masalahnya. Kasih, anak perempuanku satu-satunya, memiliki perasaan yang halus dan sensitif. Pasti ia patah hati karena hubungannya dengan Andi kandas.

Bagi orang lain, masalah cinta mungkin urusan sepele. Mereka yang jiwanya periang dan easy going, pasti akan terheran-heran melihat reaksi anakku akibat ditinggalkan pacar. Padahal orang lain ada yang bergonta-ganti pacar dalam hitungan minggu. Tapi tidak demikian dengan anakku, dia sangat perasa. Dulu ketika masih kecil, ia pernah menangis berjam-jam hanya karena burung peliharaanku yang terlepas dari kandang, diterkam kucing tepat di depan matanya.

Urusan putus cinta semacam ini serius bagi anakku. Buktinya kini ia jatuh sakit dan sama sekali menolak mengisi perutnya. Pekerjaannya hanya mengurung diri di kamar dan menangis hingga matanya bengkak. Dan karena menurut anakku ini serius, maka aku akan menganggap masalah ini pun serius dan gawat. Ini menyangkut nyawa anak kesayanganku.

Malam itu juga, dengan menyewa mobil angkot milik tetangga, aku membawa anakku ke unit gawat darurat rumah sakit. Biarlah anakku ditangani orang-orang yang profesional di bidang kesehatan. Setidaknya dengan diberi cairan infus, tubuh anakku akan pulih, syukur-syukur kalau ia sehat kembali seperti sediakala.

Memang menurut dokter yang menangani anakku, sebenarnya tidak ada penyakit serius yang di derita Kasih. Ia hanya kurang gizi karena selama dua bulan nyaris tidak ada makanan yang masuk ke dalam perutnya. Meski demikian, aku meminta anakku dirawat di rumah sakit agar kondisinya terkontrol, setidaknya hingga mencapai derajat kesehatan yang minimal.

Sebagai seorang ayah, aku sangat menginginkan anakku sembuh dan sehat kembali. Tak sedetik pun pernah terlintas dalam pikiranku untuk mengabaikan buah hatiku itu. Namun, ada kondisi-kondisi tertentu yang membuat kita terkadang dengan terpaksa harus menyerah pada keadaan. (bersambung)**

0 comments:

History is the discovery, collection, organization, and presentation of information about past events.

  © Blogger template Fishing by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP