Penyesalan Selalu Datang Terlambat (5)

Ikhtiar yang Berujung Gagal
SETELAH berbulan-bulan bekerja sebagai buruh di sebuah pembangunan resor di Bali, Dadang akhirnya pulang. Namun, apa yang didapatnya sepulang dari merantau tidak seindah yang diangan-angankannya. Kasih, anak yang paling disayanginya, jatuh sakit akibat penderitaan batin, sehingga keadaannya sangat menyedihkan. Dadang pun segera membawa anaknya ke rumah sakit. Ia berharap anaknya bisa kembali pulih. Bagaimana selanjutnya? Berikut kisahnya seperti yang dituturkan Dadang kepada Ela Hayati.

SEPERTI aku, setelah beberapa minggu mempercayakan perawatan anakku di rumah sakit, terpaksa harus membawa si bungsu Kasih kembali ke rumah. Kesembuhan anakku yang kuharapkan ternyata tidak terwujud, karena penyakit Kasih memang penyakit batin. Selain itu, setiap hari biaya perawatan Kasih terus membengkak. Hasil kerja kerasku selama berbulan-bulan di Pulau Bali nyaris habis untuk membayar biaya Kasih selama dirawat di rumah sakit dan membeli resep. Karena itu, dengan berat hati kubawa kembali Kasih ke rumah.

Tak mempan dengan perawatan dari dokter, aku pun mulai mencoba merambah pengobatan alternatif dan hal-hal yang berbau klenik. Beberapa "orang pintar" yang katanya sanggup mengusir roh jahat dan mengobati penyakit batin, kuundang untuk mengobati anakku. Namun semuanya nihil, para dukun itu pun menyerah.

Akan tetapi aku tidak mau menyerah, selama aku hidup dan masih mempunyai uang akan kuusahakan sebisanya. Setiap kudengar ada orang yang memiliki kemampuan menyembuhkan, pasti kusambangi untuk memintanya mengobati anakku. Dan karena tidak mungkin membawa-bawa anakku yang sakit ke mana-mana, biasanya "orang pintar" itulah yang datang ke rumahku. Hal itu tentu saja membuat biaya pengobatan semakin bengkak karena aku juga harus menanggung biaya transportasi. Hasilnya? Aku kembali harus gigit jari. Kondisi Kasih sama sekali tidak membaik. Tubuhnya yang semula montok, kini bagaikan boneka skeleton yang dilapisi kulit. Kedua matanya cekung dengan bola mata yang tampak besar dan ganjil. Pipi-pipinya yang dulu penuh dan berisi, kini menjorok ke dalam dan hanya ditopang tulang rang yang semakin menonjol. Sama sekali tidak ada daging di sana.

Hampir setahun aku berusaha menyembuhkannya melalui berbagai macam cara yang aku mampu tanpa kenal lelah. Selama itu setiap hari yang menyita pikiranku adalah bagaimana agar anakku sehat kembali. Tak terhitung doa yang kupanjatkan kepada Yang Mahakuasa agar anakku disembuhkan kembali. Aku pun meminta kepada-Nya diberi kekuatan dan ketabahan menghadapi cobaan ini. Karena satu yang sangat kutakutkan dalam menghadapi musibah ini, aku putus asa dan menyerah.

Selain melakukan berbagai macam pengobatan, aku juga berusaha mencari tahu penyebab penyakit anakku. Dan karena Kasih tidak pernah mau bercerita --bahkan walaupun aku memaksanya dengan sedikit kasarkarena terbakar emosi-- aku meminta anak sulungku untuk "bergerilya" mencari tahu. Kusuruh dia menanyai teman-teman Kasih barangkali mereka tahu apa yang terjadi pada hubungan anak bungsuku itu dan si Andi.

Beberapa hari kemudian aku mendapat laporan yang pasti mengenai penyebab malapetaka yang menyerang anakku. Hubungan Kasih dan si Andi memang telah lama berantakan. Dan itu terjadi karena kebrengsekan lelaki itu. Setelah puas menikmati "indahnya" cinta dengan anakku dengan berbagai cumbu rayu dan janji akan menikahi, ia pergi begitu saja meninggalkan Kasih yang kadung dimabuk asmara. Menurut kabar, si Andi rujuk kembali dengan istrinya. Tanpa merasa berdosa, ia meninggalkan anakku yang telah menyerahkan segalanya karena termakan rayuan gombalnya. Rupanya selama ini, Kasih, anak bungsu kesayanganku, anak gadisku satu-satunya, hanya dijadikan selingan dan pelampiasan nafsu lelaki bejat itu.

Kabar terbaru yang kuterima itu tentu saja membuat emosiku meledak. Dengan diantar anak sulungku, aku meminta diantarkan ke rumah si Andi. Walaupun istriku dan beberapa tetangga berusaha mencegah, namun aku tetap memaksa. Gelap sudah seluruh akal sehatku terbakar oleh bara amarah. Mungkin karena khawatir terjadi hal-hal yang tak diinginkan, ketua RT dan sesepuh kampung membuntutiku menuju rumah si Andi.

Tiba di tempat yang dituju, aku langsung menggedor-gedor pintu dan berteriak-teriak meminta si Andi keluar. Kegaduhan itu tentu saja membuat beberapa tetangga di sekitar berdatangan ingin mengetahui apa yang terjadi. Ketua RT berusaha menenangkanku, namun sama sekali tak kudengar. Aku justru semakin kalap dengan semakin keras berteriak dan memaki si Andi. Anak sulungku yang sama-sama emosi, kusuruh berjaga di pintu belakang, jangan sampai si Andi keluar dari sana dan kabur.

Setelah beberapa lama, si Andi akhirnya menampakkan batang hidungnya dengan wajah yang pucat seperti mayat. Ia pasti sudah bisa menduga apa yang sedang terjadi. Ia pun pasti sudah mengetahui apa yang terjadi pada anakku Kasih akibat ulahnya. (bersambung)**

0 comments:

History is the discovery, collection, organization, and presentation of information about past events.

  © Blogger template Fishing by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP