Cerita Duka di Balik Lembaran Riyal (1)

Aku Iri Melihat Keadaan Diana
KISAH mengharukan ini dialami oleh Rukmini (20), TKW asal Cililin, Kab. Bandung. Banyak cerita duka yang dialaminya saat bekerja di Saudi Arabia. Anak majikannya selalu menggoda dan mengganggunya bahkan secara kasar sering memintanya meladeni keinginan syahwatnya. Mampukah Rukmini bertahan atau sebaliknya menjadi budak nafsu? Simaklah perjalanannya seperti yang ditulis oleh Kuswari.

SEBAGAI wanita yang hanya lulusan SD dan tinggal di daerah perkampungan yang jauh dari kota, aku mempunyai keinginan yang sama dengan teman sekelasku, namanya Diana. Dia teman dekat sewaktu kami sama-sama sekolah. Rumahnya tidak jauh denganku. Dia bernasib baik, dalam usia yang masih muda, dia bisa membanto orangtua dan bekerja di Saudi Arabia selama 3 tahun lebih. Sungguh mencenggangkan ketika pulang ke Indonesia, dia bisa membeli rumah, sawah, dan mobil.


Perubahan yang luar biasa itu telah menimbulkan perbincangan antartetangga, sehingga tidak banyak warga, terutama kaum wanita, yang ingin mengikuti jejak seperti Diana.

Jujur saja aku iri melihat dia mendadak kaya dalam waktu yang begitu cepat. Sementara aku yang yang sudah bertahun-tahun menjadi buruh pabrik, tidak pernah merasakan nikmatnya tidur di kasur empuk atau makan di kafe. Diam-diam aku mempunyai keinginan yang sama dengan Diana, aku ingin berubah! Aku tidak mau terus menerus dalam duka dan derita, apalagi keadaan orangtuaku yang tidak bisa diandalkan. Mereka yang bekerja di kebun dan sekali-kali membantu tetangga mencuci pakaian, kapan bisa menjadi kaya?

Aku berontak terhadap keadaan. Aku berpikir jauh ke depan dan memikirkan agar hidup yang kelak kujalani bisa sesuai dengan impianku yang begitu indah. Aku ingin seperti mereka yang bisa mengendarai kendaraan sendiri atau setiap satu minggu bisa pergi ke salon untuk memperbaiki wajah dan rambutku. Aku benar-benar terbuai dengan mimpi itu!

Apalagi kemudian dia berangkat lagi untuk melanjutkan kontrak kerja ke Saudi Arabia. Setahun kemudian, rumah sederhana bapaknya yang dulu terbuat dari kayu, telah berubah menjadi rumah yang permanen di depan rumahnya terparkir mobil. Diana menjadi perbincangan di kampung kami, karena dia menjadi sosok wanita yang kaya raya.

Dia temanku sejak masih SD, bahkan aku ingat dia selalu bersama-sama kalau pergi dan pulang sekolah. Orangnya jarang sekali bicara. Setelah keluar dari SD, orangtuamya lalu menikahkannya dengan seorang lelaki yang masih ada hubungan leluarga. Di kampung kami, sudah adat dan kebiasaan menikahkan anaknya dalam usia yang relative masih sangat belia. Sayang, Diana tidak lama mempunyai suami, karena suaminya menceraikan dengan meninggalkan seorang anak lelaki.

Entah bagaimana jalan ceriteranya, aku hanya mendengar dari sesama temanku kalau Diana sudah bekerja di Saudi Arabia. Aku sempat kaget dan tidak percaya, namun setelah aku menanyakan langsung kepada ibunya, memang dia sudah berada di Saudi Arabia. Diana bekerja sebagai pembantu rumah tangga pada salah seorang majikan yang kaya raya.

"Gimana sih caranya dia bisa ke sana?" tanyaku pada ibunya.

"Menurut Diana, dia mendaftarkan dulu ke sebuah perusahaan yang ada di Jakarta, kemudian dia ditampung di sana selama beberapa bulan, kemudian tidak lama bisa berangkat. Apakah kamu berminat juga bekerja di Arab?" jawabnya.

"Ya, ingin mencoba dulu. Soalnya bekerja di si ni gajinya kecil dan tidak seberapa," kataku.

"Berapa sih biayanya untuk mendaftar ke perusahaan di Jalarta!"

"Kalau Diana membawa uang dari sini hanya dua juta rupiah, katanya untuk kebutuhan selama menginap di Jakarta," terangnya.

"Di mana alamatnya, Bu?"

"Sebentar, kalau tidak salah Ibu menyimpan alamatnya," jawabnya lalu pergi ke belakang.

Mataku tak berkedip melihat keadaan rumah orangtua Diana. Berbagai perabot rumah tangga yang harganya cukup mahal sudah ada di situ, mulai lemari es, mesin cuci, TV besar, lemari kaca dan lain-lain. Aku hanya menarik nafas. Dalam dadaku terbit rasa keinginan yang mengebu-ngebu untuk bisa seperti Diana. "Pokoknya aku harus bisa ke Arab, menjadi orang kaya raya seperti temanku," bisik hatiku dengan pikiran yang menerawang.

Ketika alamat sebuah perusahaan pengerah jasa tenaga kerja sudah kuperoleh dari Ibu Diana, bukan main aku berbahagia, apalagi ketika di situ pun ada nomor teleponnya. Aku mengucapkan terima kasih kepada Ibu Diana.

Tanpa sepengetahuan kedua orangtuaku, aku sudah bulat akan pergi ke Arab Saudi, sebab aku menyimpan uang dalam tabungan yang nilainya tidak kurang dua juta rupiah. Kupikir uang itu akan cukup untuk bisa berada di Jakarta. Aku tidak perlu menyampaikan niatku kepada kedua oranguaku, sebab mereka tidak akan mengizinkan dengan alasan bahwa aku masih sangat muda. Ya, usiaku memang masih 17 tahun, usia yang sangat muda sekali. Namun di kampungku tidak sedikit yang sudah mempunyai anak atau sudah menjanda karena bercerai dengan suaminya.

Esok harinya, aku tidak menyia-nyiakan kesempatan emas itu. Aku segera mencari wartel untuk bisa menghubungi perusahaan jasa tenaga dan menanyakan berbagai persyaratan. Seorang lelaki yang memberikan penjelasan dari perusahaan itu dan menyuruhku untuk mencatat semua persyaratan. Memang tidak rumit semua persyaratan yang jelas aku harus membawa uang dua juta rupiah sebagai ongkos selama tinggal di asrama.
(bersambung)**

0 comments:

History is the discovery, collection, organization, and presentation of information about past events.

  © Blogger template Fishing by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP