Ketika Orang-orang Tercinta Pergi (3-tamat)

Hari itu Wajah Hendra Bercahaya
SEBELUMNYA diceritakan, Ibu Mimi kehilangan Andri, anak laki-laki satu-satunya. Si bungsu tenggelam di sungai saat sedang bermain dengan teman-temannya. Ternyata mimpi buruk yang dialami betul-betul menjadi sebuah firasat. Apa yang terjadi selanjutnya? Bertahankan mental Bu Mimi? Atau sebaliknya, ia terguncang? Inilah akhir dari kisah pedihnya yang diceritakan kembali oleh Kuswari. Semoga menjadi cerminan dan dapat diambil manfaatnya.
SETELAH anakku tidak ada, semua baju dan mainan kesukaannya kuberikan pada tetangga agar aku tidak mengingatnya lagi. Aku bisa gila kalau terus menerus memikirkannya. Jujur saja, hatiku belum ikhlas atas peristiwa pahit yang kualami. Aku betul-betul merasa bersalah. Kecelakaan itu akibat aku lalai mengawasinya.


Secara perlahan-lahan aku mampu melupakan anakku meskipun tidak semudah yang diucapkan. Berat badanku melorot turun karena tak berselera makan. Untung aku diberi nasihat oleh beberapa ustaz. "Insya Allah, Bu, dia akan menjadi penghuni surga. Hadis mengatakan, jika orangtua ikhlas atas kepergian anaknya, kelak ia akan dijemput sang anak di surga karena sang anak meninggal dalam keadaan syahid," jelas Ustaz H. Abdurahman.

Aku bahagia mendengarnya, sebab anakku mati dalam keadaan tenggelam dan usianya masih muda. "Syukurlah kalau Mama sudah mengikhlaskannya. Biarlah Allah menggantinya dengan kebahagiaan," ucap suamiku.

Karena nasihat dari ustaz dan suami serta orang-orang terdekat, akhirnya aku bisa melupakannya. Bahkan belakangan aku merasa ngat terhibur oleh hadirnya cucu dari anak sulungku yang secara kebetulan juga laki-laki, Hendra namanya.

Setiap hari aku mengasuh cucuku. Sengaja aku meminta anakku untuk menitipkan anaknya padaku saat mereka bekerja.

"Tapi ibu pasti repot," kata anakku.

"Tidak apa-apa. Kalian bekerja saja dan cari pembantu. Sementara anakmu biar Mama yang ngurus," jawabku.

Anakku tampak agak keberatan, ia tak ingin merepotkanku. Tetapi karena aku yang meminta mereka pun setuju. Setiap akan bekerja, mereka menitipkan anaknya.

Aku sudah terhibur dengan cucuku bernama Hendra yang terus tumbuh sebagaimana anak-anak yang lainnya. Kulihat dia memiliki kelebihan dalam bidang akademis. Nilainya selalu di atas tujuh. Tentu seja sebagai orangtua aku merasa bangga bisa mempunyai cucu cerdas. Selain wajahnya ganteng, diapun memiliki banyak kawan di sekolah maupun di sekitar rumah. Banyak anak perempuan seusianya yang menyukai cucuku. Dia pandai bergaul dan selalu ramah pada siapa pun.

Aku betul-betul sudah melupakan anakku yang telah meninggal dan kasih sayangku tumpah pada cucuku. Dalam setiap pertemuan dengan ibu-ibu pengajian, banyak ibu-ibu yang memuji sikap cucuku yang sopan. Ditambah lagi memiliki prestasi yang membanggakan.

Hendra menjadi kebanggaan kami. Bahkan aku bangga ketika dia berceritera ingin menjadi sarjana dan ingin kuliah di ITB. Aku hanya tersenyum sambil menepuk bahunya. Dalam hati kuucap doa, semoga Allah mengabulkannya.

Ditinggal lagi

Hidup ibarat roda berputar, kadang bahagia kadang nestapa. Di saat aku tengah bahagia bersama dengan cucuku, aku kembali mendapat sebuah musibah yang membuatku terpukul. Cucuku tertabrak mobil saat ia pergi mengikuti bimbingan belajar. Aku terkesiap. Dunia seakan runtuh. Aku harus kehilangan kembali orang yang kusayangi.

Aku sendiri tidak tahu bagaimana kejadian yang sesungguhnya, sebab saat itu kami diberitahu oleh tetangga kalau Hendra sudah ada di Puskesmas. Tubuhku lemas dan rasanya dunia ini berputar cepat saat aku diberi tahu oleh tetangga kalau kondisi cucuku kritis. Badanku sudah tak mampu lagi bergerak, aku tidak mau harus kehilangan cucu yang sangat kusayangi.

Nyawa Hendra tidak tertolong. Ada pendarahan di otaknya. Aku menangis sejadi-jadinya. Suami dan anak-anakku berusaha menenangkanku. Bumi terasa runtuh saat suara mobil jenazah memasuki halaman rumah. Rasanya seperti mimpi apa yang terjadi dengan Hendra. Sehari sebelum meninggal dia masih bertemu denganku dan meminta uang untuk membeli buku pelajaran fisika. Saat itu wajahnya bercahaya dan aku sempat bertanya.

"Kok wajahmu bercahaya begitu?"

"Masa ada wajah bercahaya?"

"Maksud nenek, wajahmu putih bersih!"

"Kalau begitu aku mengerti...eh nek sejak beberapa hari ini aku sering mimpi yang aneh-aneh?"

"Mimpi apa sih!" aku penasaran

"Aku berada di tempat yang sangat jauh sekali namun tempat itu begitu indah!" Itulah pertemuan terakhir dengan Hendra.

Sulit bagiku melupakan cucuku. Berkali-kali aku jatuh pingsan saat Hendra dibungkus kain kafan dan terlebih ketika dia dimasukkan ke dalam liang lahat. Aku menjerit dan menangis sepuas-puasnya saat dia diletakkkan di atas tanah kuburan. Aku tak dapat lagi menguasai emosiku saat tanah kuburan sudah menyatu dengan cucuku. Aku pun kembali terjatuh.

Aku baru sadar telah berada di rumah. Orang-orang mengelilingiku.

"Kematian adalah takdir Allah yang tidak bisa ditolak dan tidak bisa pula dihindari. Semua akan mati dengan takdirnya sendiri-sendiri. Kita harus pasrah sepenuhnya kepada pemilik langit dan bumi," ujar Ustaz Abdurahman ketika aku sudah mulai tenang.

Aku mengarik nafas panjang. Terbayang hari-hari yang indah bersama cucuku. Air mata tak dapat kutahan. Hatiku sakit sekali. Ya, Allah, ampunilah dia, maafkan dan sayangi dia. Jadikanlah ia penghuni surga.

Hari-hari kulalui dengan duka dan air mata. Sungguh berat menghadapi semua ini. Anak dan cucu adalah permata hati yang selalu terpatri dalam dadaku. Kini mereka sudah tidak ada. Kugumankan kata, "Surgalah di tanganmu, Tuhan di sisimu!"

0 comments:

History is the discovery, collection, organization, and presentation of information about past events.

  © Blogger template Fishing by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP